Persimpangan
//////////////////
Nale ingin marah, rasanya. Ia sudah merasa begitu sejak seminggu lalu, dan moodnya naik turun seperti jungkat-jungkit. Nale kesal sekali sebab alih-alih dirinya, justru Juna yang masuk ke kelompok Erlang di tugas ini. Terdengar kekanakan, sih, memang. Tapi bagaimana lagi? Sisi egoisnya ingin dirinya lebih dekat dengan Erlang di banding orang lain, lebih mengerti Erlang, lebih sering bersama Erlang.
Padahal tidak mungkin, kan?
“Minta wawancaranya gimana ya, guys?” Shakila bertanya sambil mengunyah kentang gorengnya.
Arsa sudah membersihkan nasi dan ayamnya sejak lima menit lalu sementara Nale masih mencoba memasukkan sesendok demi sesendok es krim ke perutnya yang sudah penuh.
“Surat izin dari sekolah dibawa kan, Nal?” Arsa bertanya, yang dijawab Nale dengan anggukan.
“Kita langsung minta ketemu sama managernya aja apa, ya? Soalnya lagi rame, nih. Pasti pada repot semua.”
Ide Shakila lumayan juga. Nale hanya berharap mereka tidak ditolak karena seperti yang cewek itu bilang, restoran sedang ramai mengingat ini adalah jam makan siang.
“Arsa minta izin, gih. Tanya ada yang shiftnya udah selesai dan mau diwawancara apa nggak.”
Itu Nale yang minta, jadi Arsa tidak berani berkata tidak. Cowok itu hanya menghembuskan napas dan memilih pasrah, meninggalkan Nale dan Shakila asyik menandaskan makanan mereka selagi ia gelagapan bicara.
“Kelompoknya Yule pada kebagian apaan, Nal, tau gak?” Shakila bertanya. Nale sejujurnya tidak terlalu dekat dengan Shakila, jadi mempertahankan percakapan dalam hal ini terasa sulit sekali buatnya.
Tapi Nale tetap memutuskan menjawab, “Yule kayaknya kebagian sama Ganesh sama Rahayu, deh. Mereka diminta wawancara penjual asongan yang masih di bawah umur, gitu.”
Shakila mengangguk. Nale tidak ingin tahu apa yang cewek itu sedang pikirkan, jadi ia memutuskan fokus kembali pada es krimnya dan tidak memperpanjang obrolan. Nale ingin pulang, tapi tugas mereka bahkan belum dimulai meski jan sudah menunjuk angka satu.
“Eh, lho, ada Kila sama Nale?”
Nale kenal suara itu. Ia buru-buru mengangkat kepala untuk melihat siapa yang baru berjalan masuk ke McDonalds siang ini. Arjuna, dengan senyum kotaknya yang khas, melangkah mendekati Nale dengan semangat tingkat tinggi.
“Kebetulan banget, dong, ketemu di sini,” kata Juna sambil tertawa. Tanpa ragu ia menarik kursi yang tadi diduduki Arsa.
“Sendirian aja, Jun?” Shakila bertanya.
Nale mendengar jantungnya sendiri bertalu-talu dalam sekian detik yang singkat saat menunggu Juna menjawab. Ia bisa mendengar hatinya sendiri berdoa, berharap Erlang ikut datang ke mari dan Juna tidak sendiri.
“Enggak, kok. Sama Erlang sama Maudy, tapi mereka tadi pergi dulu isi bensin.”
Perasaan campur aduk ini datang lagi. Ada saat dimana Nale kesulitan memilah perasaannya sendiri. Apakah itu kesal atau lega, gembira atau cemburu, semuanya campur aduk di dalam hatinya dengan ambigu. Nale meletakkan gelas es krimnya sambil memandangi pintu, berharap Erlang datang dengan cepat agar ia bisa memilih satu dari perasaan-perasaan tak jelas itu.
“Eh, ada Juna.” Suara Arsa sedikit mengusik kegiatan Nale mengamati pintu.
Juna tertawa. “Ikut gabung ya, Sa? Kalian udah wawancaranya?”
“Belum, euy. Tapi barusan gue tanya ke mbak kasirnya, shift mereka masih lama selesainya. Kemungkinan sore banget baru bisa wawancara.”
Nale tidak sempat melihat reaksi Shakila, tapi ia tahu cewek itu sedikit kecewa.
“Tapi kabar baiknya, manager toko ini dulunya alumni Biba. Jadi beliau mau gantiin kerja salah satu crew biar kita bisa wawancara!”
Nale berpaling, menatap Arsa tidak percaya. “Serius?”
Arsa mengangguk serius.
Shakila, yang semula murung, tanpak menemukan kembali semangatnya kini. “Kalo gitu langsung aja kali, ya? Biarin ini meja ditempatin si Juna aja.”
Nale menggigit bibir. “Sekarang banget?”
Ia belum sempat melihat Erlang.
“Lebih cepat lebih baik, sih,” kata Arsa. Cowok itu mencari buku catatan kecil dalam tasnya sebelum memimpin Shakila ke arah luar.
Nale menarik napas, sedikit kecewa. Gestur kecil itu entah kenapa dibaca Juna dengan mudah. “Tadi ke sini naik apa, Nal?” Juna bertanya.
“Gojek.”
Sahabatnya itu nyengir lebar. “Oke.”
Nale mengangkat alis, heran, tapi memutuskan untuk tidak memperpanjang obrolan. Ia harus mengejar Arsa dan Shakila ke mana pun mereka pergi.
Nale ingin bertemu Erlang. Tapi mungkin keberuntungan tidak berdiri di sisinya hari ini.